Ekonomi Islam;
Suatu Pengenalan
Tujuan utama syariat adalah memelihara kesejahteraan manusia yang mencakup
perlindungan keimanan, kehidupan, akal, keturunan, dan harta benda mereka. Apa
saja yang menjamin terlindunginya lima perkara ini adalah maslahat bagi manusia
dan dikehendaki.
Berdasarkan perspektif Islam, sebuah pandangan dunia (worldview) bukanlah
hanya mengenai pandangan pemikiran dari dunia fisik dan pandangan manusia
mengenai sejarah, sosial, politik dan budaya yang direfleksikan di dalamnya.
Pandangan dunia atau paradigma Islam tidak didasarkan atas spekulasi filsafat
yang diformulasikan berdasarkan observasi dari data atau pengalaman yang mampu
diserap panca indera. Islam tidak mendikotomikan yang suci dengan yang duniawi;
paradigma Islam memasukkan unsur dunia dan akhirat, dimana aspek duniawi harus
dikaitkan dengan aspek akhirat yang tak terpisahkan, dimana aspek akhirat
menjadi tujuan final yang penting.
Aspek dunia dilihat sebagai persiapan untuk aspek akhirat. Kejadian faktual
hanyalah salah satu aspek dari realitas berdasarkan konsep Islam (haqiqah) yang
mencakup seluruh bentuk realitas. Lebih lanjut lagi, kejadian faktual bisa saja
merupakan aktualisasi dari sesuatu yang salah (batil), dimana realitas selalu
merupakan aktualisasi dari sesuatu yang benar (haqq). Jadi apa yang dimaksud
dengan paradigma (pandangan dunia) menurut perspektif Islam adalah visi
mengenai realitas dan kebenaran yang muncul sebelum mata pikiran kita
menyingkap apa eksistensi itu semua; karena eksistensi dunia yang totalitaslah
yang diproyeksikan oleh Islam.
Menghayati kutipan pendapat dari Syed Muhammad Naquib Al-Attas di atas
jelas bahwa seluruh kehidupan manusia dalam hal ini orang-orang muslim tidak
akan lepas dari nilai-nilai yang memberikan pandangan normatif didalam
pelaksanaan seluruh kehidupan sosialnya Termasuk dalam kegiatan berekonomi maka
sistem ekonomi yang ada seharusnya menyangkut nilai-nilai dimana nilai-nilai
tersebutlah yang kemudian akan menentukan kebahagiaan hidup manusia baik di
dunia maupun diakhirat. Ilmu ekonomi konvensional yang diklaim oleh beberapa
ekonomnya sebagai ekonomi yang bebas nilai, saat ini menjadi sebuah disiplin
ilmu yang sangat maju dan bahkan terdepan, melalui proses perkembangan yang
panjang dan keras lebih dari satu abad terakhir.
Sebuah pertanyaan yang tidak mungkin kita hindari adalah, apakah kita
benar-benar membutuhkan konsep Ilmu Ekonomi Islam pada saat ilmu ekonomi
konvensional telah siap dalam formatnya yang sudah sangat maju ? Ilmu Ekonomi
dengan perspektif Islam, yang sekarang ini dikenal dengan Ilmu Ekonomi Islam,
baru menikmati masa kebangkitannya pada tiga atau empat dekade terakhir ini
saja, setelah mengalami tidur panjang pada beberapa abad yang lalu. Oleh karena
itu sebelum menjawab pertanyaan tersebut maka sebelumnya harus dipahami dahulu
adalah apakah Ekonomi Islam itu. Tulisan ini akan sedikit memberikan gambaran
tentang ekonomi Islami.
Untuk mempelajari ekonomi islami yang harus dipahami pertama kali adalah
mengetahui kedudukan ekonomi islami dalam sistem Islam secara universal.
Sebagaimana yang telah kita pelajari dalam pelajaran agama Islam sejak dari
sekolah dasar hingga perguruan tinggi, sistem yang diatur dalam Islam meliputi
penerapan dalam tiga hal , pertama : Aqidah, yang banyak membahas mengenai
rukun iman, dimana ajaran ini memberikan dasar mengenai penanaman keyakinan
terhadap enam rukum iman yang ada dalam islam. Kedua : Ahlak, dimana banyak
dibahas mengenai sikap yang melahirkan perbuatan dan tingkah laku manusia dalam
segala bidang hidup dan kehidupan yang bersumber kepada Al Qur’an dan Itroh
Rasul saww. Serta yang ketiga adalah Syari’ah, dimana sebagai the way of life
umat Islam maka Al Qur’an dan Itroh Rasul saww merupakan petunjuk jalan hidup
dalam kegiatan ibadah dan muamalah.
Kegiatan ekonomi manusia menurut sistem dalam Islam merupakan salah satu
bagian yang diatur dalam kegiatan muamalah selain bagian muamalah yang lain
seperti hubungan sosial, budaya, hukum, politik dan sebagainya. Akan tetapi
antara ketiga hal diatas, akidah (pegangan hidup), akhlak (sikap hidup) dan
syariah (jalan hidup) merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi. Hal
inilah yang merupakan letak dari ke-universal-an islam. Penerapan syariah Islam
di bidang ekonomi haruslah dilihat sebagai bagian integral dari penerapan syariah
islam di bidang-bidang lain. Oleh karena yang ingin dicapai adalah transformasi
masyarakat yang berbudaya islami, maka nilai-nilai islam harus internalisasi
dalam kehidupan masyarakat. Dengan kata lain islam menjadi budaya masyarakat.
Sistem Pemikiran Ekonomi Islami Sebelum membahas mengenai sistem pemikiran
ekonomi islami, yang pertama kali harus didefinisikan disini adalah pengertian
dari sistem itu sendiri, kemudian harus dipahami hal-hal apa saja yang harus
diperhatikan dalam membandingkan suatu sistem dengan sistem yang lainnya.
Pengertian dari sistem adalah sekumpulan objek; ide atau kegiatan yang
disatukan oleh sejumlah peraturan yang membentuk hubungan timbal balik atau
saling ketergantungan.
Sistem mencakup dua dimensi yaitu apa yang diorganisasikan dan bagaimana
komponen yang menyusunnya di hubungkan satu sama lain. Sedangkan ada tiga hal
yang perlu diperhatikan dalam membandingkan suatu sistem. Ketiga hal tersebut
meliputi : sistem itu sendiri, kebijakan yang ada dalam sistem itu, serta faktor-faktor
yang menjadi cakupan dalam lingkungan dimana sistem itu berada (environment
factor). Keberhasilan dan kegagalan dari suatu sistem dalam mencapai tujuannya
harus dilihat dari ketiga hal tersebut.
Basis fondasi mikro beberapa sistem pemikiran yang saat ini sudah
berkembang yaitu Sistem Ekonomi Sosialisme, Sistem Ekonomi Kapitalisme dan
Sistem Ekonomi Islami. Sebagaimana dalam bagan berikut dapat dilihat
perbandingan dari ketiga basis fondasi mikro tiga sistem pemikiran yang ada
saat ini.
Di mana Sistem ekonomi Sosialisme berpedoman pada paradigma Marxisme dengan
dasar filosofis Dialektika-Materialistik memberikan basis fondasi mikro bahwa
tidak ada kepemilikan pribadi dalam hal produksi. Kemudian Sistem Ekonomi
Kapitalisme yang menjadikan paradigma ekonomi pasar sebagai cara pandangnya
dengan basis fondasi mikro melihat manusia sebagai menusia ekonomi (homo
economicus) dimana dasar filososfisnya bersumber pada paham Utilitarianisme,
Individualisme dengan Laissezfaire.
Sedangkan Sistem Ekonomi Islami adalah sitem yang berdasarkan sisi pandang
paradigma syariah dengan basis fondasi mikro melihat manusia sebagai seorang
muslim (homo islamicus) yang tentunya tidak terlepas dari nilai-nilai (akidah)
yang tercermin dalam sikap hidup manusia (akhlak). Sistem Ekonomi Islami
sendiri menjadikan dasar filosofisnya bahwa manusia sebagai individualisme yang
tunduk akan perintah Tuhan dan bertindak sebagai khalifah di muka bumi yang
bertujuan mencapai falah (kemenangan, kebahagiaan) di dunia dan akhirat dengan
mempertanggungjawabkan perbuatannya selama hidup di dunia. Kita tidak akan
membahas lebih dalam dua sistem pemikiran yang disebutkan pertama, akan tetapi
untuk sementara hanya membahas sistem pemikiran yang ada dalam ekonomi Islami.
Sistem pemikiran ekonomi Islami berbeda sekali dengan sistem pemikiran
ekonomi modern yang sekular-positif (sosialisme dan kapitalisme). Sistem
pemikiran ekonomi Islami dengan jelas sekali didasarkan pada nilai-nilai yang
tidak diragukan kebenarannya. Aliran ekonomi Islam sarat dengan nilai-nilai
yang merupakan asumsi yang harus terpenuhi dalam jalannya perekonomian,
walaupun kenyataannya nilai-nilai ini juga perlu disesuaikan dengan keadaan.
Dalam bagan tesebut dengan jelas sekali menggambarkam bagaimana sistem
pemikiran ekonomi islami terbentuk. Dimana sumber utama ekonomi islami berasal
dari Al Qur’an dan Itroh Rasul saww.
Hal ini tentunya membawa konsekuensi memandang manusia sebagai homo
islamicus. Oleh karena itu bagian-bagian yang membentuk sistem, kebijakan
sistem islami dan faktor lingkungan sosiologis masyarakat tidak dapat
dilepaskan dari nilai-nilai yang terinternalisiasi dalam sumber kehidupan
tersebut. Kemudian bagaimana sistem pemikiran ekonomi islami ini berinteraksi
dengan sistem pemikiran yang lainnya.
Dalam bagan tersebut juga sudah cukup jelas bahwa sistem pemikiran ekonomi
islami juga tidak menafikkan sistem pemikiran yang lain. Di mana pemikiran
ekonomi yang lain, kondisi sosial budaya, kondisi ekonomi masyarakat, kondisi
politik tidak dapat dilepaskan dalam mempengaruhi dan membentuk sistem ekonomi
islami, di mana dalam sumber Islam baik dari Al Qur’an, Itroh Rasul saww dan
fatwa marja, telah diatur semua hal yang tadi telah disebutkan.
Pertanyaan yang sering muncul dalam diskusi adalah bagaimana upaya
penerapan ekonomi islam dimana masyarakat umum - khususnya ummat islam - masih
terkungkung dalam suatu hegemoni sistem yang berkembang saat ini.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita bedakan penerapan ekonomi islami
menjadi tiga level yaitu teori ekonomi islami, sistem ekonomi islami dan
perekonomian umat Islam. Dalam hal pengembangan teori, telah banyak
pemikiran-pemikiran ekonomi islami sebut saja misalkan pemikiran dari Bagir
Sadr, Umer Chapra, Fahim Khan, Abdul Mannan, M.A. Choudury, Muhammad Arief,
Abbas Mirakhor, Yusuf Qardhowi, dan lain-lain yang mencoba menjawab berbagai
permasalahan dan tujuan hidup manusia terutama di bidang ekonomi.
Di lain pihak teori yang sudah berkembang saat ini (secara ekstrim diwakili
sosialisme dan kapitalisme) sudah banyak dipertanyakan realitas dari pencapaian
tujuan normative dari sistem tersebut yaitu negara kesejahteraan (welfare
state), hal ini paling tidak oleh beberapa tokoh ekonomi yang mengembangkan
teori itu sendiri seperti : Gunnar Myrdal - seorang peraih nobel ekonomi yang
tidak bangga dengan penghargaan yang dia terima, Joan Robinson (Penemu teori
Monopolistic Competition), Amartya Sen (peraih nobel 1998 di bidang ekonomi ),
dan lain sebagainya.
Kemudian dalam hal penerapan sistem ekonomi islami maka teori-teori yang
sudah dikembangkan tadi harus diterjemahkan kedalam bentuk peraturan-peraturan,
baik dalam bentuk regulatory rule maupun constitution rule. Sedangkan dalam hal
penerapan perekonomian ummat Islam maka yang harus dilakukan oleh ummat Islam
adalah bahwa umat Islam harus mengusai perekonomian karena kalau tidak maka
umat Islam hanya akan terus bergantung pada ummat yang lain.
Penegakan pada salah satu level saja tidak akan menghasilkan tegaknya
syariah islam dalam bidang ekonomi. Jadi menegakkan perekonomian umat tidak
cukup dengan sidiq, amanah dan tabligh saja, namun harus pula dilengkapi dengan
fatonah yaitu kecerdasan dalam strategi berekonomi. Hal yang lebih mendesak
lagi dalam hal pengembangan ekonomi islami adalah implementasi dari ketiga
level tingkatan tersebut dalam kehidupan sehari-hari, sebagaimana yang
dikatakan oleh Nurcholis Majid - seorang cendekiawan muslim Indonesia - dalam
bukunya Islam, Doktrin dan Peradaban - bahwa suatu sistem ajaran, termasuk
agama, tidak akan berfaedah dan tidak akan membawa perbaikan hidup yang
dijanjikan, jika tidak dilaksanakan.
Sebagai penutup ada baiknya kita mencoba merenungkan apa yang terkandung
dalam surat Al-Maidah ayat 3 yang artinya : Pada hari ini Ku sempurnakan
agamamu, dan telah Ku cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Ku ridhai Islam itu
jadi agamamu. Hal ini menunjukkan kepada kita bagaimana Allah SWT
menggambarkan nikmat yang dianugerahkan kepada ummat manusia dengan sikap
kecukupan.
Yang demikian ini merupakan pengabaran bahwa di dalam Islam tidak ada kekurangan,
aib, celah dan sesuatu yang keluar dari hikmah di satu sisipun, tapi Islam
adalah agama yang sempurna dalam kebaikan dan kebesarannya. Berangkat dari
perenungan tersebut membawa konsekuensi kepada kita semua bahwa tidak mungkin
kalau didalam ajaran agama Islam tidak ada tuntutan, petunjuk, sistem, dan cara
pelaksanaan untuk memecahkan persoalan ekonomi yang teramat penting bagi
manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, M. Syafi’i, Bank
Syariah : Wacana Ulama dan Cendekiawan, Bank Indonesia dan Tazkia Institute,
Jakarta, 1999.
Arif, Muhammad, Journal of
Research in Islamic Economics, Vol. 2, No. 2, Winter 1985, p. 87-103.
Bornstein, Morris, Comparative
Economic System : Model and Cases, terj. Kelas Sistem Ekonomi FEUI 1999/2000,
Jakarta, 1999.
Chapra, Umer, The Future of
Economic : Landscape Baru Perekonomian Masa Depan, Shariah Economics and
Banking Instintute (SEBI), Jakarta, 2001.
Chapra, Umer, Islam dan
Tantangan Ekonomi, terj. Oleh Ikhwan Abidin B, Gema Insani Press dan Tazkia
Institute, Jakarta, 2001
Ilyas, Daniel, Sistem Pemikiran
Ekonomi Islami, Makalah dalam Diskusi Internal KEI FSI-SMFEUI (tidak
dipublikasikan), Jakarta : 2001.
Karim, Adiwarman A, Penerapan
Syariah Islam di Bidang Ekonomi. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional
Shariah Economics Days 2001 oleh FSI-FEUI. 2001.
No comments:
Post a Comment